Advertisement

Mencari Film Indonesia Lawas

Dika Irawan
Minggu, 08 April 2018 - 19:35 WIB
Maya Herawati
Mencari Film Indonesia Lawas Poster film Dorce Sok Akrab - ist/Newswire

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA-Jika mencari buku cetakan lama, tinggal pergi saja ke perpustakaan-perustakaan. Kemungkinan besar ada. Tapi itu tidak akan terjadi jika Anda ingin menonton film-film Indonesia lawas. Menonton atau mencari film-film lawas Indonesia sepertinya tidak semudah mencari buku di perpustakaan.

Perpustakaan tentang film Indonesia yang komprehensif belum ada. Penggemar film yang ingin menonton film-film lawas pun digiring melakukan praktik ilegal dengan mengunduh di Internet. Sebab, cara ini sangat mudah. Situs penyedia film-film Indonesia yang tak sempat ditonton di bioskop dan film Indonesia lawas cukup banyak. Belum lagi forum-forum para penggemar film. Tautan film tak sekadar bisa ditonton online, tapi sekaligus bisa diunduh gratis.
 
Padahal jika ditelisik, praktik ini sama halnya dengan membeli karya bajakan. Bagaimana pun mengunggah dan mengunduh secara gratis film dianggap melanggar hak cipta.

Lalu kemana sebaiknya menonton film-film tersebut tanpa harus terjerat unsur pembajakan? Setidaknya untuk saat ini para pencinta film Tanah Air dapat menonton lewat layanan video on demand (VOD) alias berbayar lewat aplikasi maupun laman seperti iflix, HOOQ, CATCHPLAY, Netflix, dan Genflix.

Kemudian, penonton juga dapat juga menyaksikan film-film tersebut di jaringan bioskop-bioskop alternatif. Misalnya, Kineforum, Kinosaurus, dan  Paviliun 28. Bioskop-bioskop itu tercatat rutin menayangkan film-film Indonesia lawas atau film-film yang belum lama turun layar.
 
Selain dua layanan itu, pencinta film bisa mendatangi lembaga-lembaga arsip film seperti Sinematek dan Yayasan Pusat Film Indonesia guna mengakses film-film lawas. Untuk saat ini, pencinta harus datang ke lokasi untuk menyaksikan film tersebut karena belum tersedia layanan streaming.

Sayangnya, tidak semua film-film Indonesia dapat disaksikan lewat platform-platform tersebut. Penyebabnya adalah minimnya pengarsipan film-film nasional. Sementara itu ada ribuan judul film yang dibuat sejak era kolonial hingga sekarang. Dari jumlah itu, baru ratusan judul yang berhasil dideteksi atau diselamatkan.

Manajer Yayasan Pusat Film Indonesia Kiki Muchtar mengatakan, berdasarkan catatannya sejak 1926 hingga 2018 tercatat 3.681 judul film layar lebar Indonesia. Segelintir film itu terdapat di Sinematek sebanyak 622 judul, rumah-rumah produksi 707 judul, pengusaha bioskop 22 judul, selebihnya belum diketahui keberadaannya.

“Film-film yang tidak di Sinematek kami temui ada di tangan mantan pengusaha-pengusaha film. Kami terus menelusuri film-film Indonesia dari berbagai sumber,” ujarnya di Jakarta April 2018.

Masalah lainnya, sebelum 2010, film-film tersebut dicetak menggunakan material seluloid sehingga rentan rusak. Salah satu cara untuk menyelamatkannya adalah mengalihmediakannya ke format digital.


Sejauh ini, YPFI sendiri berhasil mengalihmediakan sebanyak 200 judul. Baru 40 judul yang dapat diakses oleh publik karena memperoleh izin dari pemegang hak ciptanya. Bagi masyarakat yang tertarik untuk mengetahui film-film itu dapat mendatangi kantor YPFI di Jakarta Selatan. Selain itu, tengah dikembangkan pula laman untuk memudahkan masyarakat mengakses film-film tersebut.

Tak Mudah
Penyedia layanan streaming film pun menemui kendala yang tidak mudah mencari film-film Tanah Air. Direktur Head of Content HOOQ Dellawati Wijaya mengungkapkan ketika awal memulai layanan ini sebagian rumah produksi di Indonesia belum mengalihmediakan film-film mereka. Setelah film ditayangkan ke bioskop, para pembuat film tidak segera mengalihmediakannya ke format digital. Padahal film-film itu masih dapat dikomersialkan lewat layanan streaming.  “Namun sekarang sudah banyak yang peduli” ujarnya.

Dellawati mengatakan, hingga kini tak kurang terdapat 1.500 film yang berhasil diperoleh izin lisensi dari studio besar maupun kecil. Sebanyak 55 % film-film nasional, sedangkan sisanya film-film Hollywood. Beberapa film Indonesia era 1970-an garapan diperoleh lisensinya karena pemegang hak ciptanya masih ada hingga kini.

Menariknya, para pengguna layanan streaming meminati film-film lawas Indonesia. Terutama bila film-film tersebut dibuat ulang pada saat ini. Pengabdi Setan adalah contohnya. Selain Pengabdi Setan besutan Sutradara Djoko Anwar. Pengguna juga menonton film Pengabdi Setan edisi 1980.  “Dari sisi penonton lebih sadar hak cipta. Tidak asal download saja,” tuturnya.

Penggiat Arsip Film Lisabona Rachman mengatakan, jika berkaca di negara-negara maju beberapa studio film menyimpan arsip-arsip karyanya secara teratur. Selain itu juga ada lembaga-lembaga publik yang rutin mengarsip film-film di negara mereka. Dengan demikian memudahkan masyarakat untuk mengaksesnya.  “Persoalannya film-film Indonesia lawas banyak yang tidak terurus,” ujarnya.   

Advertisement

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Cara Membeli Tiket KA Bandara Jogja via Online

Jogja
| Jum'at, 26 April 2024, 00:17 WIB

Advertisement

alt

Dipanggil Teman oleh Bocah Berusia 2 Tahun, Beyonce Kirim Bunga Cantik Ini

Hiburan
| Kamis, 25 April 2024, 19:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement