Advertisement

Cerita Bersambung Sandyakala Ratu Malang: Bagian 111

Joko Santosa
Sabtu, 10 Oktober 2020 - 23:47 WIB
Budi Cahyana
Cerita Bersambung Sandyakala Ratu Malang: Bagian 111 Sandyakala Ratu Malang - Harian Jogja/Hengki Irawan

Advertisement

111

“Biarkan aku mengenang peristiwa itu, Yayi. Aku tahu, awalnya engkau lebih tertarik pada sahabatku, dan aku ikhlas mengalah. Pilihanmu tepat ..”

Advertisement

“Kangmas Dinar..”

“Aku paham, tadinya engkau tidak mencintaiku. Akan tetapi, cintaku yang tulus, kasihku yang tanpa batas, meluluhkan perasaanmu. Pangeran Arya Damar ternyata pamanmu sendiri. Ini yang membuatmu mandah menerima dijodohkan kepadaku. Dan aku pun mabuk kebahagiaan.”

“Kangmas Dinar, cium aku kang, cium..........”

Dengan mata sembab Dinar memegang kedua pipi Latri, lalu mencium mulut mungil itu. Tiba-tiba ia merasa tubuh istrinya mengejang; napas memburu; kemudian terhentak. Kaku.

Dinar merasakan dunia berputar-putar; pandang matanya gelap; namun tidak melepaskan ciuman; terus menyesap seakan ingin menghisap nafas pungkasan itu; sampai terasa rangkulan Latri mengendur lalu lepas. Sekilas Dinar menampaki Latri tersenyum; lalu segalanya berputar- putar lagi; sejuta bintang menari di matanya; Dan Dinar pun terbujur kaku.

Keduanya masih saling peluk; bibir mereka menempel. Wajah Latri tersenyum, matanya setengah terbuka seperti orang mengantuk. Anak panah yang menancap di punggungnya patah tertindih tubuhnya yang sekarang terlentang. Begitu pula Dinar bagaikan orang tidur bermimpi sedang mencumbu istri tercintanya. Anak panah itu bengkok tertindih tubuhnya yang sekarang menelungkup. Pahlawan muncul dan mati hanya satu kali. Dan Tuhan, mungkin ketika itu tidak bisa hadir dan adil.

*******

Karmaphala

KADEMANGAN Tembayat tidak seberapa jembar, Total luas 55, 92 kilometer persegi; meliputi tujuh desa dan 58 padukuhan, sebagian wilayahnya berbukit-bukit. Dua industri berbasis kemasyarakatan yang tumbuh kembang di kawasan itu gerabah (terakota) dan batik tulis. Tempat wisata yang banyak didatangi pelancong yaitu bukit asmara. Keadaan warganya aman tenteram kerta raharja meliputi seluruh tlatah kademangan.

Pamong tani hidup adem, tanahnya subur tak kekurangan maupun kebanyakan air, sawah ladang dipenuhi tanaman hijau sehingga di saat habis tandur, muncul bentangan ijo royo-royo bagaikan lautan tenang. Ketika menjelang panen, sawah berubah menjadi segara ampar dengan padi-padi menguning dan gemuk-gemuk menunduk. Bibi petani dengan berbinar-binar ceria menggendong bakul berisi alan: ransum makanan yang dimasak dari dapur.

Semua kawula, dari dusun pelosok sampai pusat kademangan, tidak bermalas-malasan. Mereka giat bekerja karena hasil kerja kerasnya selain tampak di depan mata, juga terasa sampai di perut sendiri dan waduk anak istrinya. Paras mereka menunjukkan kegairahan bekerja, dari raut anak-anak penggembala yang mengarit rumput, sampai kepada wajah pamong tani, pande besi, pengrajin batik, seniman dan saudagar, semuanya sumringah penuh passion, memuliakan karya masing-masing dengan hati cinta dan ikhlas. Tidak ada dengki srei; tidak ada tindak sesat; tidak ada maling atau begal. Tidak ada waktu menganggur yang memicu laku maksiat; tidak ada perjudian atau mabuk tuak;- Semua tunduk kepada adat (hukum tak tertulis) berupa tatanan kehidupan masyarakat tenteram, damai dan sejahtera.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

LKPJ Gubernur DIY 2023, DPRD Beri Catatan soal Penurunan Kemiskinan Belum Capai Target

Jogja
| Jum'at, 29 Maret 2024, 13:17 WIB

Advertisement

alt

Rela, Ungkapan Some Island tentang Kelam, Ikhlas dan Perpisahan

Hiburan
| Jum'at, 29 Maret 2024, 09:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement