Advertisement

Cerita Bersambung Sandyakala Ratu Malang: Bagian 118

Joko Santosa
Senin, 19 Oktober 2020 - 23:47 WIB
Budi Cahyana
Cerita Bersambung Sandyakala Ratu Malang: Bagian 118 Sandyakala Ratu Malang - Harian Jogja/Hengki Irawan

Advertisement

118

Dengan cepat anak panah menyambar ke muka harimau, antara kedua mata.

Advertisement

Jika sasaran itu kena, tentu celaka macan itu. Tapi dengan tangkas kaki depan diangkat ke atas, dan anak panah itu dicengkeram kuat.

Lohgawe terkesiap. Di antara sekian banyak prajurit Tembayat, tak seorang pun mampu melakukan ini. Hanya demang Martapura yang dapat menangkap anak panah terbang. Harimau putih ini juga bisa. Bukan main.

Macan putih itu menginjak anak panah sampai patah. Kemudian melangkah menghampiri Lohgawe yang memegangi erat pisau di tangan kanan sambil membentak:

“Pergi! Pergi! Jangan ganggu aku!”

Seolah tidak mendengar, atau tidak tahu maksud ucapan Lohgawe, harimau itu berjalan menghampiri. Lohgawe menggerakkan kaki, tubuhnya menerjang harimau, belati ditusukkan ke leher sang macan. Sekali lagi harimau mengangkat kaki depan menangkis dan …pisau terlempar. Lohgawe terpelanting. Ia sigap berdiri tapi sebuah tamparan kaki harimau telak mengenai leher.

Ngekkk!” Lohgawe roboh. Pingsan. Tubuhnya tidak terluka karena harimau itu sengaja tidak mengeluarkan kukunya yang tajam. Lohgawe pingsan karena kerasnya tamparan macan.

Harimau itu mengendus; mencium dengan hidungnya pada muka Lohgawe; kemudian membuka mulutnya: punggung baju Lohgawe digigit, diangkat, lalu dibawa lari dari hutan.

Kalau saja Lohgawe tidak keburu pingsan dan menyaksikan kejadian ini, rasanya seperti “Déjà vu” persis anak harimau yang barusan dibawa induknya dengan cara sama. Macan putih itu berlari cepat sekali ke luar hutan dan terus mendaki busut. Pada saat itu demang Martapura berada di atas pohon mahoni, meneliti keadaan sekitarnya. Tadi ia mendengar gerengan harimau yang menggetarkan seisi rimba, dan ketika ia berlari jauh menemukan gandewa, anak panah dan pisau belati.

“Lohgawe,” seru demang Martapura cemas. Hatinya resah. Ia kemudian meloncat ke atas pohon, memanjat sampai pucuk, dan dari tempat tinggi itu kelihatan bayangan seekor harimau putih menggondol tubuh putranya.

“Duh gusti!” Demang Martapura melayang turun dan mengejar larinya macan itu.

Sepanjang jalan mulutnya berkemak-kemik berdoa semoga sang Hyang Widi melindungi Lohgawe. Teringat panahnya menewaskan anak harimau, ia cepat membuang busur. Ia tak akan mempergunakan gendewa, khawatir mengenai tubuh putranya sendiri. Di tangannya tergenggam tombak pusaka berlandean pendek dari kayu mahoni.

Malam benar-benar turun saat demang Martapura sampai ereng-ereng. Betapa cemasnya ketika di luar hutan, pada gumuk lapang, ia melihat harimau putih besar sekali sedang “leyeh-leyeh” mendekam, sedangkan Lohgawe menelungkup tidak bergerak-gerak di depannya. Saking gelisahnya, demang itu tidak melihat bayangan putih yang berdiri tepat di depan macan, aling-aling pohon bungur.

Demang Martapura memasang kuda-kuda yang kokoh. Matanya konsentrasi ke harimau yang masih tenang-tenang saja. Tombak dilontarkan dengan pengerahan tenaga dalam mengarah leher macan dengan ketepatan yang tak diragukan. Betapapun tangkasnya raja rimba itu, namun kecepatan luncuran tombak itu melebihi tatit. Dan agaknya tombak itu akan mengenai sasaran.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Jadwal Bus Damri dari Jogja-Bandara YIA, Bantul, Sleman dan Sekitarnya

Jogja
| Jum'at, 29 Maret 2024, 04:37 WIB

Advertisement

alt

Film Horor Gunakan Unsur Islam dalam Judul, MUI Sebut Simbol Agama Harus di Tempat yang Pas

Hiburan
| Selasa, 26 Maret 2024, 09:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement