Advertisement

Cerita Bersambung Sandyakala Ratu Malang: Bagian 135

Joko Santosa
Sabtu, 07 November 2020 - 23:47 WIB
Budi Cahyana
Cerita Bersambung Sandyakala Ratu Malang: Bagian 135 Sandyakala Ratu Malang - Harian Jogja/Hengki Irawan

Advertisement

135

Demang Kertapati menghela napas dengan raut kecele. Wanita adalah induknya misteri.

Advertisement

“Engkau membuatku kecewa. Benar engkau tidak ingin mukti bersamaku?”

“Satu orang wanita cukup bagi laki-laki sejati, tapi tidak akan pernah cukup untuk lelaki mata keranjang begundal syahwat sepertimu.”

Demang Kertapati tertawa, bukan gembira tapi.

“Sang prabu di Mataram memiliki bahkan ratusan selir. Engkau menuduhnya sama?”

Gayatri berdiam diri. Para bangsawan juga memelihara ampeyan sebagai identitas sosial.

“Benar engkau menolak menjadi garwa padmi di kademangan Tembayat?”

Gayatri membisu. Mungkin bintang di langit yang menjawab dengan berkedap-kedip.

“Jawab pertanyaanku, Diajeng. Sungguh kebiasaan buruk jika ditanya tidak menjawab.”

“Balasanku sudah sangat jelas!”

“Jelas bagaimana?” desak demang Kertapati.

“Seberapapun besarnya angin bertiup bukan untuk menggoyangkan pepohonan, namun menguji kekuatan akarnya. Katresnanku terhadap Ki Panjangmas berakar sampai akhir hayat.”

“Diajeng, pernah engkau mendengar cerita sejarah sekar kedaton Kediri? Saat Ken Arok memenangkan peperangan, ia perintahkan semua prajuritnya memerkosa sekar kedaton taklukan itu. Nyaris semua prajurit antre berbaris untuk menerima giliran menikmati tubuh gadis keraton, yang akhirnya bunuh diri katimbang hidup menanggung malu.”

Gayatri tertawa menutupi kengerian hatinya. Diperkosa beramai-ramai?!

Gayatri teringat suaminya pada suatu senja pernah berkata, jika kita meresahkan sesuatu, masuklah ke dalamnya, karena kecemasan menghadapinya jauh lebih mengganggu katimbang sesuatu yang ditakuti itu sendiri.

“Kertapati, tidak ada gunanya menakut-nakuti aku.”

“Ketakutan itu menular. Lalui saja.” Demang Kertapati menutup pintu kamar dan jendela yang menghadap taman. Senyumnya beringas. Matanya menyorot cabul. Gayatri menggigil.

 “Aku tidak berharap segoblok Ken Arok yang menyerahkan puteri keraton kepada para prajuritnya. Itu edan. Aku akan membunuh bahkan siapapun laki-laki yang berani menjamahmu, termasuk Martapura, saudara seperguruanku.”

“Kertapati! Jadi engkau …..”

Itulah malam penuh laknat, maka terjadilah apa yang sepantasnya tidak terjadi. Gayatri, ratu malang itu, membuat dirinya “narkosis” ketika terjadi perkosaan. Seluruh tubuhnya kebas sehingga kebiadaban berlangsung tanpa sedikit pun tumpah air mata. Air matanya asat.

sukmaku yang sayah telah sampai di ujung sunyi

tidak mungkin lagi kembali

dan di teras Tuhan grapyak memelukku

karena Ia juga bersahabat dengan rindu

sandyakala masih menggores langit jingga

seperti kemarin aku meninggalkannya

Gayatri, apa sekarang yang kau perlu?

“ingin mencumbu rindu-Mu”

Esok hari kademangan Tembayat geger. Waranggana cantik, yang melantunkan tembang begitu merdu saat diadakan pentas Ruwat Murwakala bersama dalang Ki Panjangmas yang tewas kena panah, tiba-tiba ditemukan meninggal dengan cundrik amblas ke dadanya. Semua kawula berduka karena Gayatri sempat dan tetap menjadi “biyung” mereka. Sosok bunda yang semanak terhadap siapapun; bicaranya menyejukkan; dan tawaduk.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Simak! Jalur Trans Jogja Lengkap, ke UGM, UNY, Rumah Sakit dan Tempat Wisata

Jogja
| Sabtu, 27 April 2024, 09:27 WIB

Advertisement

alt

Giliran Jogja! Event Seru Supermusic Superstar Intimate Session Janji Hadirkan Morfem

Hiburan
| Jum'at, 26 April 2024, 17:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement