Advertisement

Cerita Bersambung Sandyakala Ratu Malang: Bagian 166

Joko Santosa
Rabu, 23 Desember 2020 - 03:27 WIB
Budi Cahyana
Cerita Bersambung Sandyakala Ratu Malang: Bagian 166 Sandyakala Ratu Malang - Harian Jogja/Hengki Irawan

Advertisement

166

Entah berapa lama Darsi dipermainkan gelombang samudra. Saat siuman, tubuhnya loyo. Ia menoleh ke kanan. Saujana hanya air laut tanpa tepi. Samudra begitu tenang, ombak jinak dan angkasa diterangi bulan taram bercadar awan tipis.

Advertisement

“Laut.”

Darsi tahu ia terapung di samudra. Tubuhnya menggigil, sebagian karena ngeri, sebagian karena udara dingin yang mengiris malam. Perutnya berkeruyuk. Ia merasa lapar, letih, dan mengantuk. Ada pula dahaga. Penderitaan Darsi nyaris sempurna.

Tapi malam itu purnama penuh. Langit resik. Awan putih berarak-arakan melintasi bulan, membuat suasana romantis, apalagi cuaca terang. Darsi melihat bayangan sebuah pulau. Dengan sisa-sisa tenaga Darsi mendayung dengan kedua tangan mengarahkan papan kayu menuju utara. Ia tidak menyadari yang didatangi adalah lokasi sangat berbahaya: Pulau Ular.

Pulau itu merupakan batu karang seluas 900 meter persegi, berjarak 500 meter dari bibir pantai, dan menjadi habitat bagi ribuan ular laut laticauda colubrine yang racunnya di atas ular king cobra. Masyarakat mempercayai ular-ular berbisa itu hanya menumpang istirahat sebelum ke laut mencari makan.

Menurut legenda, pulau tersebut sesungguhnya kapal Portugis yang terseret gelombang raksasa dan terbalik. Konon, ular laut merupakan jelmaan awak kapal yang terperangkap di kapal tersebut. Mitos ini dipercaya karena hewan melata tersebut jinak jika dipegang meski sebenarnya sangat berbahaya dan racunnya mematikan.

Ular laut belang adalah jenis ular paling tersebar luas dari marga laticauda. Ia merupakan spesies ular amfibi (dua alam) yang menghabiskan sebagian waktunya di laut, namun sesekali ke darat untuk bereproduksi. Dalam adaptasi pola hidup semi-akuatik, ular laut belang berkembang morfologi yang spesial. Ular ini memiliki sisik ventral dan bentuk tubuh silinder yang khas dari ular darat, sebuah fitur yang tidak dipunyai oleh ular laut asli. Hal ini membantu saat menjelajahi darat dan pohon-pohon rendah. Persamaannya dengan ular laut asli, ekornya berbentuk dayung, yang membuatnya mampu berenang cepat.

Ular dinasti laticauda ini menampilkan belang-belang melintasi seluruh tubuhnya hampir menyerupai ular talimangsa di darat. Ia memiliki dimorfisme seksual, yang betina tubuhnya jauh lebih berat dan lebih panjang dari jantan. Kepala dan ekor dibikin mirip dengan tujuan membuat bingung predator. Ketika mendapat serangan, yang diduga kepala ternyata ekor, dan luka gigitan di ekor oleh sang pemangsa tidak akan membahayakan dirinya.

Air laut tenang bersinar keemasan ditimpa sinar bulan purnama. Dari kejauhan pulau ular seperti raksasa menyeramkan sedang terlentang. Cahaya purnama yang tersaput awan tipis serta sedikit kabut membuat pulau wingit konon tempat iblis berkumpul itu tampak remang. Sesudah dekat baru kelihatan di tengah pula ada bagian menonjol meyerupai busut. Pohon-pohon raksasa tumbuh di pinggirnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

AJARAN AGAMA: Generasi Milenial Dinilai Penting Belajar Fikih

Bantul
| Rabu, 24 April 2024, 21:37 WIB

Advertisement

alt

Berikut Rangkaian Program Pilihan Keluarga Indonesia Paling di Hati, Hanya di MNCTV

Hiburan
| Selasa, 23 April 2024, 14:57 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement