Advertisement

Dipenjara di Tanah Sendiri, Pramoedya Ananta Toer Dihormati di Luar Negeri

Newswire
Minggu, 11 Agustus 2019 - 09:57 WIB
Bhekti Suryani
Dipenjara di Tanah Sendiri, Pramoedya Ananta Toer Dihormati di Luar Negeri Pramoedya Ananta Toer - Okezone/Ilustrasi Feri Usmawan

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA- Sudah lebih dari 50 karya dari Pramoedya Ananta Toer yang diterjemahkan ke dalam lebih dari 42 bahasa asing. Atas karya-karyanya yang luar biasa, Pram tercatat enam kali dinominasikan di Nobel Sastra. Meski tak sekalipun ia berhasil membawa pulang pialanya.

Ketidakberhasilan Pram dalam meraih Nobel Sastra, kabarnya lantaran pria yang wafat pada 30 April 2006 lalu ini bergabung dengan organisasi Lekra (Lembaga Kesenian Rakyat). Lekra merupakan organisasi yang berada di bawah naungan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Advertisement

Belum bisanya pria kelahiran Blora tersebut meraih Nobel Sastra menimbulkan dugaan dari beberapa sumber. Selain diisukan bahwa penerjemahan karyanya ke bahasa asing buruk, muncul spekulasi yang mengatakan bahwa ada campur tangan tokoh pemerintahan Indonesia dalam penjurian penghargaan tersebut.

Alasan lain yang kabarnya membuat Pram tak mendapatkan satupun Nobel Sastra lantaran banyak sastrawan yang tidak senang dirinya bisa mendapatkan penghargaan.

Meski sempat dikucilkan di negara sendiri, bahkan pernah dipenjara di pulau Buru dan dilarang keras untuk menulis, saat berada di luar negeri, sosok Pram bisa dikatakan cukup dihormati karena karya-karyanya.

Dari begitu banyak karya Pram yang dikenal di luar negeri, Tetralogi Pulau Buru bisa dikatakan sebagai primadonanya. Tetralogi yang terdiri dari Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca ini ditulis oleh Pram saat ia dipenjara selama 11 tahun di Pulau Buru.

Berlatar belakang perkembangan nasional Indonesia, kehidupan sang tokoh utama dalam novel, yakni Minke, diadaptasi dari pengalaman hidup seorang jurnalis pribumi Indonesia pertama, bernama R.M. Tirto Adi Soerjo. Awalnya, Pram mengisahkan secara lisan kepada tahanan, hingga ia berhasil mendapatkan sebuah mesin tik.

Sayangnya, usai ia bebas dari pulau Buru dan dinyatakan tak bersalah, Kejaksaan Agung melarang peredaran novel karangannya. Pihak Kejaksaan Agung menganggap karya Pram mengandung pesan Marxisme-Leninisme.

Akan tetapi, ia tetap berhasil mengedarkan Tetralogi Pulau Buru di luar negeri, berkat bantuan seorang pastor dari Jerman dan seorang warga negara Australia, yang menyelamatkan karyanya sebelum dibakar oleh para oknum.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Okezone.com

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Pencurian Ternak di Kulonprogo Marak, 5 Kambing Hilang dalam Semalam

Kulonprogo
| Kamis, 25 April 2024, 14:57 WIB

Advertisement

alt

The Tortured Poets Departement, Album Baru Taylor Swift Melampaui 1 Miliar Streaming di Spotify

Hiburan
| Kamis, 25 April 2024, 09:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement